SURAT PERTAMA
Suatu
kata bila dimaknai terkadang akan terasa menyakitkan. Beberapa kata untai
kata-kata itu sungguh membuatku melambung ke atas tanpa ujung. Menyenangkan,
bunga-bunga bertebaran di sekelilingku dan banyak sekali tentunya! Kurasa tak hanya
bunga-bunga saja, kupu-kupu pun turut hadir memeriahkan suasana pada saat itu.
Hanya senyuman dan keceriaan yang terpancar dari rona wajahku.
Itu
terjadi beberapa bulan lalu. Maaf. Kata itu keluar begitu saja dari mulutmu.
Entah apa maksud dari kata “maaf” yang kau lantunkan padaku. Aku mulai berpikir
sejak saat itu. Kau selalu ada bersamaku, meski ada hal lain yang lebih
penting. Sebenarnya itu terlalu berlebihan untukku. Kau yang selalu memaksaku
untuk itu. Aku pun tak mengerti mengapa kau selalu menjagaku seperti ini.
Aku
senang. Bahkan aku sangat menyayangimu. Tak pernah terpikirkan olehku untuk
melepasmu. Waktu selalu berputar begitu cepat sehingga aku terlena aka
buaiannya. Aku dan kau tidak sekelas. Kau memang lebih pintar dariku, itulah
sebabnya kau masuk jurusan IPA. Aku akui, aku bukanlah orang yang pantas untuk
berada di sampingmu. Meskipun aku hanyalah sahabatmu, tapi memang tidak pantas
kelihatannya. Untuk itulah aku terkadang menjaga jarak darimu. Aku tidak
bermaksud untuk menjauhimu.
Kini,
kau tumbuh layaknya pria dewasa. Kau tampan dan pintar, meski terkadang kau
begitu jail kepadaku, teman-temanku, dan bahkan teman-temanmu. Memang tak ada
rahasia diantara kita,tapi aku tak akan pernah percaya itu karena ada beberapa
hal yang harus kau jaga sendiri begitu pun diriku. Aku selalu hatiku. Aku
menyayangimu hanya sebagai sahabat tidak lebih.
Hingga saat itu tiba, perasaanku mulai kacau. Aku tertarik kepadamu.
Entah apa yang membuatku jadi begini. Waktu itu juga, kau berubah. Kau bukanlah Aryan yang aku kenal. Kau selalu
menjaga jarak dariku begitu pun aku. “Mengapa jadi canggung begini?” tanyaku
dalam hati. Aku terus mencoba menata dan menghapus rasa ini. Hingga kau lelah
dan kubiarkan begitu saja.
Suatu ketika kau mendatangiku dan menyapaku seperti biasa, seakan tak
pernah ada perubahan pada dirimu. Aku membalasnya meskipun canggung. Aku tak
pernah tahu apa yang membuatku bisa bersahabat dengan orang sepertimu tentunya
Kau selalu bisa menghiburku. Jurus apa yang kau pakai untuk menghiburku
pun aku tak tahu. Sampai pada akhirnya, aku mendapat surat darimu. Kau tak
pernah melakukan ini sebelumnya. Mengherankan. Benakku pun ikut serta bertanya
pada pikiran dan nalarku. Inilah surat yang kutemukan di tasku saat aku sedang
mencari sesuatu.
Dear
Falen,
Apa
kabar? Bagaimana dengan gelas kaca itu? Apakah semua beres? Aku harap begitu.
Falen
..
Kau
tahu? Aku sangat menyayangimu sebagai sahabat terbaikku. Aku minta maaf bila
selama menjagamu aku melakukan kesalahan, seperti waktu kemah.
Falen
..
Alu
ingin menjaga dan melindungimu semampuku.
Salam manis,
Aryan
Aku
tersenyum sekaligus gelisah. Tanpa surat itu pun aku tahu daia akan
melindungiku. Dasar bodoh, payah. Yah, Ryan memberiku sebuah gelas kaca sebagai
hadiah dan aku lupa menaruhnya dimana. Aku kebingungan, tentunya aku bercerita
dengan Aryan. Syukurlah gelas itu ada di lemari. Waktu perkemahan Aryan memang
pernah membuatku takut, karena dia meninggalkanku sendiri di lapangan yang
gelap. Memang itu ulahnya untuk mengerjaiku.
Ganjil.
Itulah kata pertama yang aku ucapkan setelah membaca surat dari Aryan. Ada apa
ini?. Saat aku bertemu Aryan aku mencoba menyapanya dan ternyata, Wow!!. Dia
mengacuhkanku. Ada apa ini? Apa maksud dari semua ini? Aku terus bertanya tanpa
henti. Apa aku melakukan kesalahan?. Entahlah. Kesedihan merundungku selama
beberapa minggu.
Aryan
memang selalu berubah. Terkadang dia sangat mengacuhkanku, trkadang pula sangat
baik padaku. Itulah keadaannya akhir-akhir ini terhadapku. Ya, beberapa bulan
akhir ini. Memasuki bulan April kau sama sekali bukan Aryan yang ku kenal.
Surat itu mengantarkan kaepada perubahanmu. Sangat nyata dan jelas kau tak
pernah menyapaku sedikitpun. Sakit. Itu yang kurasakan.
Apakah
surat itu pertanda bahwa kau akan melepasku dan meninggalkanku pergi, Aryan?
Aku tak pernah tahu. Lama-lama aku mulai terbiasa menjalani hari tanpamu dan
rasaku pun perlahan-lahan pudar begitu saja. Aku bahagia bisa bersahabat dan
mengenalmu Aryan.
Pagi
itu, aku melamun dan tak melihat jalan. Sebuah mobil menabrakku, aku segera
dibawa ke rumah sakit. Aku pingsan karena kehilangan cukup banyak darah. Aku
mulai membuka mata dan di sampingku ada Aryan yang terjaga karena menungguku
semalaman. Hanya senyuman yang bisa ku ekspresikan pada waktu itu. Tiba-tiba
Aryan terbangun.
“
kau sudah bangun?” tanyanya padaku.
“Mm-hmm”
“apa
kau baik-baik saja?”
“mmm
.. tentu”
“syukurlah
kalau begitu, aku lega mendengarnya”
“pulanglah!”
“kenapa?”
“kau
harus istirahat, kau sudah menjagaku nanti kau sakit”.
“tak
apa. Aku tak akan sakit”
Aku
memandangnya lekat-lekat, hingga ia bertanya.
“apa
kau ingin makan sesuatu? Katakanlah aku akan membelinya untukmu” tawarnya
“tidak
terimakasihnya ingin , aku hanya ingin kau melakukan satu hal untukku” pintaku
“apa
itu?”
“tapi
kau janji akan melakukannya?” tanyaku penuh harap
“ok!
katakan saja!”
“aku
ingin kau istirahat”
“aku
tidak lelah, aku ingin di sini”
“baiklah
kalau begitu, istirahatlah di sofa itu!”
“aku
tidak mau!”
“kau
telah berjanji padaku, aku tak akan kemana-mana”
“baiklah
kalau kau memaksa”
Aku
tersenyum lega.
Akan tetapi, itu hanya sesaat. Setelah aku masuk sekolah, dia
kembali mengacuhkanku seperti biasa.”
Bagaimana bisa ia berubah begitu cepat? Apa mungkin memang keahliannya?”
tanyaku heran. Meski ia selalu mengacuhkanku, aku tak bisa mengacuhkannya, aku
memang terlihat bisa tanpanya tapi hatiku meronta keras-keras. Kau tega!!!
Kenaikan kelas 3. Bahagia aku, bisa melewati kelas 2. Sebentar
lagi aku akan berpisah dengannya. Aku tak tahu bagaimana kelanjutan hubungan
persahabatanku dengannya. Diambang. Bergelantungan. Samar. Tak jelas.
Kelas 3, aku sangat sibuk apalagi dia. Terkadang aku tak
melihatnya sama sekali. Aku merindukannya. Sesak rasanya. Hingga rasa sesak itu
semakin menjadi saat kulihat dia bersama Ria. Aku tak tahu apa yang terjadi dan
ada hubungan apa diantara mereka. Aku
berlari dan menangis sesenggukan. Aku tak kuasa menahannya.
Dia memanggilku tapi aku tak menoleh sama sekali. Aku kecewa. Pagi
harinya dia tetap mengacuhkanku tanpa menjelaskan apapun. 1 minggu lagi UAN
tiba. Aku harus semangat. “Fighting Falen, you can do it! Aja aja fighting!”
aku menyemangati diriku sendiri.
UAN tiba ...
Aku selalu belajar di perpustakaan. Agar aku dapat lulus dan
kuliah.
********
UAN selesai ...
Lega rasanya.
Malamnya aku bermimpi kau mengucapkan selamat tinggal dan minta
maaf.
Pagi hari temanmu menjempuku dan mengajakku ke rumah sakit. Aku
tak tahu mengapa dan aku langsung ikut saja dengannya.
Aku melihatmu terbaring di atas ranjang. Tubuhmu ditutupi oleh
kain putih bersih. Aku lemas dan langsung terduduk begitu saja. Aku tak kuasa menahan tangis. Tangisku pecah
begitu saja. Doni, temanmu itu hanya bisa melihatku sedih tanpa bisa melakukan
apapun.
Aku jatuh pingsan karena kelelahan, beberapa saat kemudian aku
sadar. Lau Doni mengatakan bahwa kau akan segera dimakamkan. Aku ikut serta
membawamu ke tempat peristirahatan terakhirmu. Doni menjelaskan semuanya
padaku, aku menangis begitu saja. Ternyata selama ini kau mengidap penyakit
jantung akut. Kau menyembunyikannya dariku! Kau jahat Aryan! Kau juga menyimpan
semuanya sendiri! Kenapa kau tidak pernah mengatakan semua ini kepadaku?!
Kenapa?!, yang lebih mengejutkan adalah kau menyimpan rasa terhadapku. Kau
menjauhiku karena kau tak ingin aku terluka, bukan?! Dengan ini kau membuatku
semakin terluka. Kau jahat Aryan!!
Satu pintaku kepada-Nya, semoga kau bahagia di sana.
*******
Kelulusan
pun tiba.
Aku lulus Aryan!! Kau pun juga!
Dan tahukah? Kau menjadi murid terbaik tahun ini!! Pasti kau senang
mendengarnya, bukan?. Hari itu pun hujan , seakan kau menangis bahagia. Dan
sejak saat itulah aku menyukai hujan karena dengan adanya hujan aku merasa kau
turut hadir bersama hujan itu.
Memori yang telah kita bangun pun
berputar kembali saat daun mapple mengguyurku di musim gugur, sangat indah
meski menyakitkan. Aku pasti akan baik-baik saja, Aryan. Terimakasih telah
menjaga dan melindungiku selama ini. Aku akan rajin mengunjungimu.